[Penginapan] Caravan Park Adelaide – Melbourne

Lake Albert Caravan Park

Tidak seperti biasanya, dalam road trip campervan kali ini, saya tidak ribet booking penginapan lebih dulu. Karena kami jalan-jalannya di low season, bukan musim liburan, kami bisa langsung menginap tanpa memesan terlebih dahulu di semua caravan park yang kami singgahi di jalan.

Dalam road trip Adelaide – Melbourne kali ini, kami menginap delapan malam di caravan park dan satu malam terakhir di hotel dekat bandara (Holiday Inn Melbourne Airport). Hanya hotel yang sudah kami pesan lebih dulu di websitenya. Sisanya, saya siapkan saja pilihan caravan park di kota-kota yang singgahi sepanjang perjalanan. Mencari caravan park ini bisa dengan bantuan google, atau mengunjungi tiga website grup caravan park di Australia: Big 4, Top Tourist Parks dan Discovery Holiday Parks, yang punya banyak caravan park, tersebar di seluruh penjuru Australia. Saya tidak fanatik dengan salah satu brand caravan park, yang penting lokasinya pas karena standard mereka sudah bagus.

Tiga malam pertama, kami menginap di tiga caravan park yang berbeda di Kangaroo Island. Malam-malam berikutnya, kami menyusuri garis pantai Australia Selatan dari Adelaide ke Melbourne.

Ketika menyusun itinerary perjalanan ini, saya tidak punya bayangan kota Meningie itu seperti apa. Saya belum pernah mendengar nama kota kecil ini, bahkan di buku panduan. Agak cemas juga menginap di tempat asing, tapi Meningie ini titik istirahat yang pas dari perjalanan hari keempat dari Cape Jervis melewati Victor Harbor dan Strathalbyn. Ternyata, menginap di Meningie ini melebihi harapan saya. Di sini kami menyaksikan sunset dan sunrise di tepi danau, dari belakang campervan kami. Siapa yang tidak bahagia, makan malam dan sarapan dengan pemandangan seperti ini, tapi cukup membayar 1/4 dari harga hotel biasa.

Hari sudah senja ketika kami sampai di Lake Albert Caravan Park. Si Ayah mengurus cek in di resepsionis, yang ternyata memakan waktu yang sangat lama. Resepsionisnya nenek-nenek yang ramah dan suka mengobrol. Jadi perlu waktu setengah jam untuk melayani dua orang yang cek in di depan antrean Si Ayah. Duh, si Nenek ini bikin gemes karena Si Ayah niatnya ingin memotret sunset yang sudah memerah di tepi danau, keburu sunset-nya hilang. Akhirnya kami berhasil cek in juga dengan tarif $48 (untuk berempat) di lokasi tepi danau (lake front). Danau Albert benar-benar hanya sepuluh langkah dari pintu campervan kami.

Saya suka tempat ini, bersih, rapi dan cantik. Ada dua tempat sampah untuk masing-masing site, satunya untuk sampah daur ulang. Hati saya jadi riang, sampai sempat memasak spaghetti jamur untuk the precils 🙂 Kami makan malam cepat-cepat di tepi danau sebelum nyamuk dan serangga malam datang, sambil memandang sunset yang akan terus kami kenang.

Di caravan park kami harus berbagi kamar mandi dan toilet dengan penghuni yang lain. Jangan khawatir, semua kamar mandi di sini, meskipun digunakan bersama, selalu dalam keadaan bersih. Tentu karena sesama pengguna menjaga kebersihan. Tidak seperti di rumah, saya selalu mandi pagi-pagi banget agar mendapatkan bilik kamar mandi yang masih belum dipakai, yang masih kering. Lazimnya di sini, setelah selesai mandi, kita diminta untuk mengepel lantai kamar mandi agar siap digunakan oleh yang lain. Tongkat pel disediakan di sudut. Mandinya memang hanya shower (pancuran), tapi nyaman banget karena pakai air panas. Cukup menyegarkan setelah semalaman meringkuk dalam kantung tidur.

Sunset dari belakang campervan kami
Matahari terbit

Kota kecil berikutnya yang kami singgahi adalah Robe. Di sini kami menginap di Robe Discovery Holiday Park, yang letaknya di pinggir pantai Long Beach. Tarif menginap semalam di powered site adalah $51, tapi kami mendapat diskon 10% karena menggunakan campervan Apollo, jadi tinggal membayar $45,90 untuk berempat. Kami sampai di Robe pada jam makan siang. Setelah jalan-jalan di kotanya yang kecil dan tidak menemukan restoran yang pas, kami memutuskan untuk barbekyu-an di caravan park. 

Biasanya di setiap caravan park ada fasilitas barbekyu, ada yang gratis (tinggal pencet tombol untuk menyalakan), ada juga yang harus bayar dengan koin (satu atau dua dolar). Bentuk mesin barbekyu ini biasanya kotak seperti tungku dari batu bata, atasnya ada wadah seperti baki alumunium. ‘Baki’ inilah tempat untuk memanggang, menjadi panas setelah kita memencet tombol di bawahnya.Tinggal letakkan bahan yang ingin kita panggang: potongan ayam, daging sapi, domba, kebab (sate), sayuran, dll. Kami biasanya menggunakan semprotan minyak zaitun agar hasil barbekyu lebih sedap (selain karena praktis). Karena digunakan bersama, kita harus membersihkan mesin ini setelah selesai memakai. Kadang kami menjumpai mesin barbekyu yang tidak bersih. Ini agak menjengkelkan, tapi bagaimana lagi, harus selalu dibersihkan sebelum dipakai. Bagi yang khawatir barbekyu ini digunakan untuk memanggang babi, setelah dibersihkan bisa melapisinya dengan aluminium foil. Tapi tentu saja rasanya tidak sesedap kalo dagingnya ada kontak langsung dengan ‘baki’ :p

Sorenya, setelah cuci-cuci baju di laundry koin, kami jalan-jalan di pantai yang jaraknya cuma tiga menit jalan kaki, tinggal menyeberang jalan. Pantai yang cantik ini sepi sekali, hanya ada satu-dua orang yang jogging melewati kami. Selebihnya ini menjadi pantai pribadi kami 🙂 Kami tidak tahu kalau sunset ini adalah sunset terakhir yang bisa kami nikmati dalam cuaca cerah. Karena malamnya, kami harus berusaha tidur dalam guncangan badai.

makan siang di Robe Discovery Park
Jalan menuju Long Beach

Dari Robe, kami menuju Port Fairy, perjalanan terpanjang dalam rute Adelaide-Melbourne kami. Sebenarnya, tadinya kami ingin menginap di Portland, kota sebelum Port Fairy. Tapi ternyata Portland kotanya nggak asyik, terlalu banyak truk bermuatan yang lalu-lalang di jalan. Akhirnya kami berkendara satu jam ekstra untuk mencapai Port Fairy, kota yang lebih kecil dan lebih tenang. 

Menginap semalam di Port Fairy Gardens Caravan Park dikenakan tarif $48,90 untuk berempat. Caravan park ini letaknya di pinggir sungai. Sore hari kami kurang bisa menikmati Port Fairy karena cuaca mendung dan akhirnya hujan. Agak sengsara juga kalau hari hujan ketika kami sudah cek in di caravan park. Yang bisa dilakukan adalah membaca buku, mendengarkan musik, main iPad, sambil ngemil dan membuat hot chocolate. Kami membuka meja yang ada di tengah campervan.

Kamar mandi umum sebenarnya tidak jauh dari campervan kami, tapi kalau hari hujan, dengan rerumputan yang becek, jarak 50 meter rasanya jauh sekali. Apalagi kalau sudah di depan pintu toilet dan lupa kode yang harus dipencet di tombol. Tambah sengsara!

Pagi harinya untuk mencerahkan suasana, saya memasak pancake. The precils senang punya sarapan spesial, pancake dengan olesan madu organik dari Kangaroo Island. Cuaca cerah sebentar ketika kami cek out dan jalan-jalan sebentar menjelajah Port Fairy. Hari ini bakal istimewa karena kami akan singgah di Twelve Apostles di Great Ocean Road, salah satu alasan kami melakukan perjalanan ini. Sambil terus berdoa supaya cuaca membaik.

Tetangga kami di Port Fairy
Danau di sebelah Caravan Park

Siang harinya, kami cukup diberi cuaca setengah cerah sepanjang perjalanan di Great Ocean Road. Awan menggulung, matahari mengintip sedikit, tapi tidak hujan. Tadinya kami ingin bermalam di Port Campbell, lima belas menit sebelum Twelve Apostles dari arah barat, tapi kotanya tidak terlalu menarik dan tidak banyak yang bisa dilihat. Akhirnya setelah makan siang di tepi dermaga di Port Campbell, dan singgah sejenak di 12 Apostles, kami menembus hutan dan sampai di Apollo Bay jam tujuh malam. Cuaca sangat buruk ketika kami menembus hutan, dan dalam kota yang gelap, kami agak kesusahan mencari tanda caravan park. Begitu menemukan Pisces Holiday Park dan berhasil cek in, saya luar biasa lega.

Tarif semalam di caravan park yang masuk grup Big 4 ini adalah $49. Kami memilih parkir di lantai cor, bukan rerumputan agar tidak kena becek. Sayangnya tempat ini jauh dari toilet. Saya cuma bisa memandang iri pada tetangga yang parkir di sebelah kami, campervan Maui yang dilengkapi dengan toilet. Toilet di sini pun cukup ‘seram’ karena menempati bangunan lama yang cukup luas. Ketika saya masuk kamar mandi, hanya ada saya seorang diri, tapi pihak caravan park menyalakan radio lokal yang menyiarkan salam-salam dan lagu-lagu ‘daerah’. Maksudnya mungkin agar tidak merasa kesepian di dalam toilet, tapi saya malah sedikit ketakutan dan bahkan tidak berani melihat diri saya di kaca besar ketika cuci tangan di wastafel.

Sebenarnya lokasi Pisces Holiday Park ini bagus, di tepi pantai Apollo Bay, hanya tinggal menyeberang jalan. Tapi karena cuaca tidak mendukung, kami kurang bisa menjelajah kota tempat kami singgah ini. Perjalanan kami lanjutkan menuju Torquay, kota terakhir sebelum kami sampai Melbourne. Dalam perjalanan, kami singgah untuk makan siang di kota kecil yang cantik, Lorne.

‘dementor’ di atas Pisces Caravan Park

Torquay mendapat julukan Surf Capital of Australia dan juga tempat lahir brand terkenal Billabong. Setelah mendapatkan peta lokal di kios informasi, kami memilih menginap di Torquay Caravan Park yang terletak di pinggir pantai Torquay Surf Beach, tapi tidak jauh dari kota. Caravan park satu ini sangat luas, tapi tampaknya sedang dalam perbaikan. Beberapa blok ditutup, membuat kami berputar-putar mencari lokasi, meskipun sudah berbekal peta dari resepsionis. Banyak kabin-kabin tua yang dibangun dari caravan yang sudah tidak layak jalan. Beberapa blok di pojok terlihat tidak terawat. Mungkin karena itu tarif menginap di sini terhitung murah, hanya $31 per malam untuk sekeluarga.

Ketika sampai di lokasi kami yang pertama, ternyata toilet di dekat kami tidak berfungsi. Akhirnya kami mencari lokasi lain dengan toilet yang tidak rusak, dan parkir persis di seberangnya. Lumayan, kalau mau mandi tinggal melompat dari campervan.

Lucunya, mandi dengan air panas di sini dibatasi hanya 4 menit. Sebelum mandi, kita harus menekan tombol (di luar bilik) untuk menyalakan air panas. Setelah empat menit, air panas akan berhenti mengalir dan tinggal air dingin saja. Trik nya tentu saja dengan mempersiapkan segala sesuatu sebelum memencet tombol. Saya yang kalau mandi cukup lama (apalagi dengan air panas) agak repot dengan aturan ini. Empat menit di bawah pancuran rasanya sebentar banget. Tapi tantangn ini bisa saya selesaikan dengan baik. Saya sudah bersih dari sabun ketika air dingin mulai mengalir :p

Tantangan berikutnya adalah cek out sebelum jam 10 pagi. Kami diberi kode untuk membuka boom gate di gerbang depan. Lewat dari jam 10 pagi, kode ini sudah tidak berlaku lagi dan kami tidak bisa keluar. Untungnya The Precils bisa diajak kompromi. Kami bahu membahu membereskan campervan dan berhasil melewati boom gate tepat dua menit sebelum jam sepuluh!

Torquay Caravan Park

Parkir dekat toilet 🙂

Kami keluar dari kota Torquay, mengucapkan selamat tinggal pada Great Ocean Road dan membayangkan tidur nyaman di kasur empuk di Holiday Inn Melbourne Airport.

~ The Emak